SEBUAH METAMORFOSA TERBENTUK LAHIR BERKEMBANG DAN MENJADI INDAH Hallo, apa kabarku hari ini ? Aku tahu,karib dari segala perpisahan adalah duka,sedih dan air mata. Aku juga tahu, banyak yang datang dan pergi dalam hidup, seperti banyak yang datang menyinggahi rumah kita untuk kemudian pergi entah kemana. Siapa sesungguhnya penghuni rumah itu ? atau rumah itu merupakan tempat persinggahan sesaat ? aku telah melakukan perjalanan berikutnya, bisa jadi besok kamu, lusa kamu, lalu kalian satu persatu akan pergi. Satu persatu kalian akan menemukanku lelaki yang tidak dimakan usia diberanda sebuah rumah yang berdinding fajar pagi. Akankah kita berkumpul lagi saat itu, saling melempar canda di sepotong senja yang riuh dengan remah-remah rokok berhamburan dipermukaan meja ? dan aku akan sisakan Tanya bagi setiap kedatangan, sebuah pertanyaan sederhana : apa kabar kalian ? bagaimana rumah masa lalu kita ? sebab tidak ada yang lebih menyenangkan dari mendengar kabar bahwa kalian terus berjalan, terus mendatangi rumah masa lalu, terus mengasah diri, terus menjadi pengabar, tidak perduli seberapa besar badai yang akan mengintai, tidak perduli seberapa besar nyawa dipertaruhkan. Bukan untukku, bukan untukku tapi untuk sesuatu yang kalian yakini, sesuatu yang kita yakini. Hallo apa kabarku hari ini ? Setahun aku menjadi penyaksi. Peristiwa yang datang dan pergi tapi tidak untuk dilupakan. Aku menyimpannya dalam kotak ingatanku. Sebab kalau suatu saat anda membutuhkan, anda boleh mampir, mengetuk pintu rumah dan bertanya : bolehkah aku meminta peristiwa yang pernah kutitipkan padamu ? tentu dengan senang hati aku akan mengeluarkannya dari kotak ingatanku yang terjaga dari siraman debu dan mengembalikan semua pada anda. Aku harus berkemas sekarang. Menurunkan poster Ezlyn Zapatista, poster Che Guevara, menyimpan pesan imam Gazali, melipat kliping Koran Riyani jangkarru, dan tidak lupa menurunkan poster Siti Nurhalisa. Aku tahu dinding-dinding akan kesepian sesudahnya. Peta sudah kubentangkan, kompas sudah kusiapkan, carrier kunaikkan ke atas punggung. Tidak ada tiket perjalanan. Sebab aku tidak menyakini tujuan-tujuan yang ditetapkan sebagai harapan. Aku menyakini segala kemungkinan dalam setiap perjalanan. Aku mencium bau debu jalan, wangi pokok-pokok pinus dan bau laut. Setapak pertama harus ditorehkan, sejarah harus dibuat. Tidak ada kata mundur, maju dan maju terus sampai dititik terdekat horizon, di titik terdekat garis kemenangan. Disana dikaki langit. Tak ada pilihan lagi sekarang. Langkah telah tercetak, harus diikuti langkah berikutnya dan berikutnya lagi, demikian seterusnya. Aku tahu pada saatnya setiap kesabaran akan menemukan tempat yang terbaik, tempat yang paling indah. Saatnya aku pergi, aku akan menembus malam dan menjumpai pagi, kuharap saat aku sampai pada titik itu ada genggam eratmu ditanganku. ipunk
|